Watansoppeng, 21 Maret 2025 – Aktivitas pembukaan lahan di kawasan yang diduga sebagai hutan lindung di Coppo Liang, Desa Umpungeng, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, menuai sorotan. Berdasarkan hasil investigasi Media Center Investigasi (CI), lahan tersebut telah dibuka menggunakan alat berat berupa excavator, yang diduga kuat dilakukan oleh seorang oknum aparat.
Temuan di Lapangan: Excavator Menghilang, Pembukaan Lahan Terjadi
Saat tim Center Investigasi kembali ke lokasi, alat berat yang sebelumnya digunakan untuk pembukaan lahan sudah tidak ditemukan. Namun, jejak aktivitas perambahan masih terlihat jelas, seperti adanya akses jalan yang telah dibuka dan area yang telah diratakan.
Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa sebelumnya masyarakat hanya menanam jahe di lokasi tersebut. Namun, kini terjadi aktivitas pembukaan lahan yang lebih besar.
"Dulu cuma tanam jahe ditangkap, sekarang ada excavator beroperasi, bagaimana penanganannya?" ujar warga dengan nada bertanya.
UPT KPH Walanae Watansoppeng: Tidak Ada Izin Resmi
Menanggapi dugaan perambahan ini, pihak UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Walanae Watansoppeng menegaskan bahwa tidak ada izin resmi untuk pembukaan lahan di lokasi tersebut.
"Kami baru mengetahui adanya aktivitas ini setelah menerima laporan. Personil kami sangat terbatas, sehingga pengawasan belum maksimal," ujar salah satu perwakilan UPT KPH Walanae Watansoppeng kepada tim Center Investigasi.
Konfirmasi Pihak Terkait Masih Ditunggu
Untuk menjaga prinsip keberimbangan berita, Media Center Investigasi telah mencoba mengonfirmasi dugaan keterlibatan oknum aparat dalam perambahan ini kepada pihak terkait, termasuk inisial ND yang disebut-sebut dalam informasi yang beredar. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari yang bersangkutan.
Potensi Pelanggaran Hukum
Jika terbukti terjadi perambahan di kawasan hutan lindung tanpa izin resmi, maka hal ini berpotensi melanggar beberapa regulasi, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang melarang penguasaan dan pengolahan lahan di kawasan hutan lindung tanpa izin resmi.
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mengatur bahwa setiap perubahan tata ruang harus mendapat persetujuan pemerintah pusat.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menegaskan bahwa perusakan lingkungan dapat dikenai sanksi pidana.
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika ditemukan indikasi penyalahgunaan jabatan dalam proses penguasaan lahan.
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang menjamin hak masyarakat dan pers untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik.
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan pemerintah dan instansi terkait untuk memberikan layanan yang transparan dan akuntabel kepada masyarakat.
7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers dalam menjalankan fungsi kontrol sosial, termasuk dalam mengungkap dugaan pelanggaran hukum.
Desakan Penyelidikan dan Tindakan Tegas
Tim Center Investigasi mendesak aparat penegak hukum serta instansi terkait untuk segera menyelidiki dugaan perambahan ini dan mengungkap pihak yang bertanggung jawab.
Masyarakat juga diharapkan turut serta dalam mengawasi kawasan hutan agar tidak terjadi perambahan yang berpotensi merusak lingkungan dan menimbulkan dampak ekologis jangka panjang.
Media Center Investigasi akan terus mengawal perkembangan kasus ini hingga ada tindakan konkret dari pihak berwenang.
Liputan: Tim
Editor :



