Sidiknews.id, Soppeng – Di tengah sorotan publik soal transparansi anggaran, Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng tampaknya punya versi sendiri soal skala prioritas. Dana publikasi media, yang notabene hasil kerja para jurnalis lokal, justru masih tergantung entah di mana. Sudah masuk triwulan ketiga, tapi kabarnya masih "dalam proses".
Sementara itu, sejumlah proyek fisik seperti Smart Board dan seragam sekolah gratis telah lama rampung pembayarannya. Mungkin karena lebih terlihat dalam laporan?
Beberapa awak media yang sejak Maret telah menandatangani kontrak, kini hanya menerima jawaban yang berubah-ubah. Hari ini soal persetujuan, besok soal dana DAU, lusa mungkin cuaca.
“Lucu juga. Seragam bisa cair, tapi berita tentang programnya malah tidak dibayar. Barangkali karena publikasi dianggap tidak terlalu penting,” sindir salah satu wartawan.
Wartawan senior Soppeng, Haerul S. alias Petta Duga-Duga, menyebut situasi ini sebagai bentuk ketidakseriusan dalam membangun kemitraan yang sehat. Ia menegaskan bahwa jurnalis bukan pengemis anggaran, tetapi mitra resmi yang telah menunaikan kewajiban sesuai kontrak.
“Kami bukan pihak yang datang minta-minta. Kami bekerja, mengabarkan, lalu dilupakan,” ucapnya dengan nada kecewa.
Situasi ini memperkuat anggapan bahwa transparansi masih sebatas jargon di banyak instansi. Ketika media hanya dibutuhkan untuk pencitraan, tapi dilupakan saat waktunya pembayaran, maka pertanyaannya: siapa yang sebenarnya mempermainkan siapa?
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Disdik Soppeng. Namun, yang jelas: kepercayaan insan pers bukan sesuatu yang bisa dibayar dengan janji.


